Ilustrasi: https://suarapapua.com/2020/01/19 |
Rakyat dan bangsa West Papua berjuang bukan untuk mengusir orang-orang melayu yang datang untuk berada, hidup, berkarya bersama di tanah leluhur kami West Papua, karena hal itu sangat berlawanan dengan misi, spirit, cita-cita, doa dan harapan perjuangan rakyat dan bangsa West Papua. Karena pendatang adalah sahabat kami, sudah kami terima untuk hidup dan tinggal bersama di atas tanah ini.
Oleh : Dr. Socratez S.Yoman
Penulis merasa penting dan juga terpanggil untuk menulis artikel dengan judul “West Papua Merdeka Dan Nasib Para Migran (Pendatang/Melayu) ini karena pada 9 Oktober 2018, penulis bertemu dengan dua teman dan kami bertiga duduk dan ada diskusi kecil.
Dari tiga orang ini dua orang asli West Papua dan satu teman kami non Papua. Kami berbicara akrab, teman ini sudah bergaul lama dengan orang asli West Papua dan terutama orang West Papua dari gunung.
Teman ini bertanya kepada penulis. Bapak Gembala, bagaimana nasib orang pendatang seperti saya ini bila West Papua merdeka ?
Pertanyaan ini menurut penulis sangat penting, karena penulis telah mendengar dan mendapat informasi tidak benar yang dikembangkan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab dari orang asli West Papua dan juga pendatang (migrant).
Contohnya, orang pendatang akan diusir pulang pada saat West Papua meraih kemerdekaan dari pendudukan dan kolonialisme penguasa Indonesia.
Penulis sampaikan, rakyat dan bangsa West Papua berjuang bukan untuk mengusir orang-orang melayu/pendatang yang datang untuk berada, hidup, berkarya bersama kami di Tanah leluhur kami West Papua.
Pendapat itu sangat berlawanan dari misi, spirit, cita-cita, doa dan harapan perjuangan rakyat dan bangsa West Papua.
Pemikiran seperti itu tidak ada tempat dan tidak ada ruang di hati bangsa West Papua dan juga di Tanah Melanesia ini.
Para pembaca perlu mengetahui apa yang dilawan dan diusir selama ini oleh rakyat dan bangsa West Papua dari tanah leluhur kami West Papua.
(1) Yang jelas dan pasti, Indonesia sebagai bangsa kolonial yang merampok dan menduduki dan menjajah bangsa West Papua harus dilawan dan diusir dari tanah leluhur bangsa West Papua dengan cara-cara damai, lobby dan diplomasi.
(2) Kemerdekaan bangsa West Papua, 1 Desember 1961 dengan atribut bangsa/negara yang dirampok kolonial Indonesia harus diraih kembali.
(3) Pelanggaran berat HAM selama 58 yang merupakan kejahatan negara yang serius yang harus dilawan dan para pelaku harus ditangkap dan diadili di Mahkamah Internasional karena penguasa Indonesia melindungi para pembunuh, penjahat dan kriminal itu sebagai pahlawan.
(4) Stigma/label separatis, makar, OPM, KSB, KKB, yang merendahkan martabat bangsa West Papua harus dilawan. Semua mitos ini diciptakan oleh para kolonial Indonesia.
Stigma/label ini tidak pernah ada di West Papua sebelum Indonesia menduduki tanah leluhur kami, kami pernah hidup tanpa stigma/mitos ini.
(5) Proses genocide (genosida) terhadap etnis bangsa West Papua secara sistematis, terstruktur, terprogram, masif yang dilakukan pemerintah Indonesia harus dilawan.
(6) Perampasan tanah atas nama pembangunan, pemukiman transmigrasi, pembangunan infrastruktur TNI/Polri, penebangan hutan untuk kelapa sawit dan penguasaan tambang, perampokkan kayu yang merugikan rakyat dan bangsa West Papua harus dilawan.
(7) Pelaksanaan Pepera 1969 yang tidak demokratis dan Pepera 1969 yang dimenangkan ABRI (kini: TNI) harus dilawan dengan menggugat Indonesia di forum-forum Internasional.
(8) Dominasi para imigran (pendatang Melayu) di berbagai sektor di West Papua harus dilawan. contohnya: di Airport, di bank-bank swasta, di hotel-hotel, di pusat-pusat supermarket.
Tidak ada alasan Indonesia menyatakan rakyat West Papua tidak bisa dan tidak mampu.
Karena pada era Belanda 100% rakyat dan bangsa West Papua sangat mampu dan sanggup membangun bangsanya dalam segala bidang.
Indonesia sebagai bangsa kolonial yang berkultur militer dan berwatak jahat, ia sudah, sedang dan terus menghancurkan bangsa West Papua.
Buku berjudul: “Indonesia Memiskinkan Bangsa Papua” karya Ruben Benyamin W. Gwijangge (2014) memberikan potret ini.
(9) Akar masalah West Papua, status politik West Papua dalam Indonesia yang tidak jelas dan pelanggaran berat HAM menjadi inti perjuangan rakyat dan bangsa West Papua melalui ULMWP.
Kami dibuat tidak ada kepastian masa depan anak dan cucu kami di atas tanah milik dan leluhur kami sendiri.
Ini realita yang kita alami hari ini. Ada dimata kita. Kita alami dan hadapi tiap hari. Ini sudah menjadi kehidupan kita yang tidak manusiawi. Kehidupan kami yang tidak sepantasnya.
Apakah bangsa West Papua harus menyerah nasib dan keadaan sangat buruk & tidak normal ini ?
Jawabnya: TIDAK!
Kami masih ada di sini. Kami ada di atas tanah leluhur kami Karena itu, untuk menghadapi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Indonesia ini, metode yang patut kita tempuh ialah berdoa, sabar, damai, adil, jujur dan menghormati martabat setiap orang.
Artinya berjuang dengan cara-cara elegan, tidak perlu caci maki, membangun solidaritas dalam spirit kesetaraan & kemanusiaan.
Ketika Anda berjuang dengan damai, Anda mempunyai banyak kawan, teman dan sahabat. Kemenangan di pihak Anda. Karena SALIB Kristus telah menaklukkan kuasa Iblis, kuasa dosa dan kuasa manusia-manusia yang jahat dan sombong.”
Saudara-saudara para pendatang melayu/migrant, Anda tidak dilawan dan Anda tidak diusir. Anda sahabat kami. Anda sudah kami terima untuk hidup dan tinggal bersama kami di atas tanah milik dan leluhur bangsa West Papua.
Anda sudah membaca melalui tulisan ini apa yang kami lawan dan usir dari tanah dan rumah kami West Papua.
Dalam buku saya berjudul: West Papua: Persoalan Internasional (2011, hal.4) saya menyatakan keyakinan iman saya kepada Tuhan yang mengajarkan kepada saya: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu” (Matius 6:33).
“SAYA TAHU, saya mengerti dan juga sadar apa yang baktikan ini. Karena itu, Anda yakin atau tidak yakin, Anda percaya atau tidak percaya, Anda suka atau tidak suka, Anda senang atau tidak senang, cepat atau lambat, penduduk asli Papua Barat ini akan memperoleh kemerdekaan dan berdiri sendiri sebagai sebuah bangsa dan negara berdaulat di atas tanah leluhur mereka.
Dalam keyakinan dan spirit itu, apapun resikonya dan pendapat serta komentar orang, saya dengan keyakinan yang kokoh dan keteguhan hati nurani, saya mengabdikan iman dan ilmu saya untuk menulis buku-buku sejarah peradaban dan setiap kejadian di atas tanah ini.
Supaya anak-cucu dari bangsa ini, kedepan, akan belajar bahwa bangsa ini mempunyai pengalaman sejarah penjajahan dan penderitaan panjang yang pahit dan amat buruk yang memilukan hati yang dilakukan dari pemerintah Indonesia.”
“Di atas batu ini saya meletakan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi, dan makrifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri.” (Pdt. Izaac Samuel Kijne, Wasior, Manokwari, 25 Oktober 1925). *
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja gereja Baptis Papua.