KATOLIK PAPUA ITU SATU

Warta Tako
0

 

oleh Soleman Itlai


PAPUA, Katolik Papua tidak memandang ketenaran status sosial: ko pendatang, sa asli Papua. Apa yang benar, baik dan indah adalah satu keluarga katolik yang universal, kudus, apostolik, misionalis dan Papuanis.


Tidak bicara soal sentimen primordialisme. Atau dengan kata lain, tidak membeda-bedakan suku, daerah, bahasa, budaya dan lain.


Sama sekali tidak bicara soal Timur (Flores), Kei, Manado, Toraja, Batak, Jawa, Wamena, Oksibil, Mee, Amungme, Kamoro dlsb. Justru sebaliknya berbicara perbedaan itu dalam satu kesatuan kekatolikan dan kepapuan.


Bagi saya katolik Papua berarti, baik orang migran maupun pribumi satu katolik Papua. Orang Jawa, ataupun orang Papua adalah satu katolik Papua.


Orang Papua dan Flores juga satu katolik Papua. Orang Papua, Flores dan Kei sekalipun satu katolik Papua. Orang Papua dan Toraja adalah satu katolik Papua. Orang Papua dan Batak juga satu katolik Papua.


Paling penting bagi saya adalah bukan soal latar belakang suku, bahasa, budaya, daerah, dan agamanya. Tetapi hati dan jiwa raga kita yang mau berani menjadi katolik Papua.


Dengan konsekuensi buruk sekalipun. Misalnya, menyangkal diri, keluarga, kampung halaman, suku, bahasa, budaya, kepentingan, dan lainnya. Kemudian mencintai semua orang yang ada di tanah Papua dengan sepenuh hati. 


Siap sedia menerima segala keadaan di tanah Papua dalam cinta dan kasih sayang. Termasuk penderitaan. Bahkan kondisi orang Papua yang kotor, bau busuk, penuh ingus meleleh, pakaiannya kotor, mereka yang pakai koteka dan cawat dan lainnya. 


Sebaliknya juga, orang asli Papua harus menerima kenyataan–saudara/i non Papua yang datang untuk tinggal, hidup dan berkarya di tanah Papua.


Terutama mereka yang benar-benar ingin melayani orang asli Papua dan migran yang ada di Papua dengan hati. Kemudian, menjalan hidup, jatuh bangun dan rasakan manis pahit sama-sama.


Bahkan dia harus menjadi orang yang rela meninggalkan segala-galanya, dan mempertaruhkan segala-galanya untuk berkorban bagi orang yang lemah, miskin, terpinggirkan, tersingkirkan, teraniaya dan tertindas.


Katolik Papua tidak memandang diskriminasi rasial: suku, ras, agama, daerah, bahasa, budaya dan lainnya. Tetapi selalu mengutamakan prinsip kesamaan, kesatuan, kebersamaan dan kedamaian.


Selalu ingin dalam satu kekatolikan dan kepapuan dengan pengertian sederhana untuk diartikan pada hal-hal besar. Misalnya, sa makan, maka ko makan. Ko sakit, maka sa sakit. Ko sehat, maka sa sehat. Ko baik maka, sa juga baik.


Dalam katolik Papua tidak ada istilah ko orang asli Papua, ko orang Jawa, ko orang Kei, ko orang Flores, ko orang Toraja, ko orang Batak, dan lain sebagainya. Yang ada hanya satu katolik Papua.


Semua yang lahir besar, tinggal, hidup dan berkarya, bahkan dibaptis secara katolik di tanah Papua memiliki hak yang sama untuk disebut katolik Papua. Tanpa perlu mempertimbangkan latar belakang atau kelas sosial.


Percuma, misalnya saya orang katolik asli Papua tapi tidak punya hati untuk sesama sekitar dan tanah air. Tidak ada artinya, saya disebut orang asli Papua tapi menjadi seorang katolik Papua yang munafik dan penghianat disini.


Lebih baik saya menjadi seorang migran Papua, bahkan orang asing–Eropa, Amerika, Afrika, bakal Indonesia tetapi punya hati untuk orang Papua. Juga untuk tanah air Papua yang kasih makan saya. 


Menjadi katolik Papua itu tidak mudah. Sebab setiap orang yang hendak menjadi katolik Papua harus dan wajib menyangkal dirinya, sukunya, daerahnya, bahasanya, budayanya, kepentingannya, bisnisnya dan lain sebagainya.


Dia menjadi orang yang berani mengikuti jalan penderitaan di depan mata, belakang dan samping kiri kanan saat ini untuk menciptakan kebahagiaan bersama agar menikmati kebahagiaan bersama kelak. 


Tidak mudah. Sebab dia tidak akan berbicara soal manusia dan segala sesuatu yang ada di pulau Jawa, Papua, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB, Maluku dan lainnya. Namun, selalu ingin bicara soal nasib dan masa depan bersama di tanah Papua dengan caranya masing-masing.


Katolik Papua bicara soal harapan akan kehidupan dan keselamatan umat manusia, segala satwa dan keutuhan alam. Manusia yang memiliki hati dan jiwa raga. Mereka yang ingin mencintai sesama manusia dan tanah air dengan tulus dan ikhlas. 


Dalam katolik Papua kaum migran maupun pribumi adalah satu keluarga katolik Papua. Satu universal. Satu apostolik. Satu misionalis dan satu papuanis. 


Artinya, orang-orang katolik yang lahir besar, hidup dan berkarya dan berjalan sama-sama dengan asas semangat gereja yang didirikan oleh putera Allah, Yesus Kristus melalui Santo Petrus. 


Juga gereja yang berjalan bersama manusia Papua–baik migran maupun pribumi dengan semangat gereja yang kokoh dengan sifat universal, kerasulan, dan roh dari leluhur, dan misionaris di tanah Papua.


Sesungguhnya ini berbicara bagaimana menjadikan suka duka sesama sebagai suka duka bersama. Bahkan menjadikan suka duka pribumi dan migran Papua sebagai suka duka gereja katolik di tanah Papua.

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)