![]() |
Ilustrasi Foto Editan Bersama-sama anak-anak Pedalaman |
PAPUA, 3 Juli 2025, Di sebuah kampung kecil yang dikelilingi bukit hijau dan suara ombak dari petualangan, hiduplah seorang perempuan muda bernama Maya. Sejak kecil, Maya belajar satu hal penting dari mamanya: "Perempuan itu harus bisa berdiri di atas kaki sendiri, bukan bergantung pada cinta lelaki."
Maya tumbuh menjadi perempuan yang cerdas dan pekerja keras. Sejak kecil, ia diajari oleh ibunya untuk tidak bergantung pada laki-laki sendiri dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Meskipun teman-teman sebayanya sibuk mencari pasangan atau terhanyut dalam rayuan laki-laki, Maya memilih untuk fokus menyelesaikan kuliahnya sambil membantu ibunya menjual hasil kebun. Banyak laki-laki yang datang dengan janji-janji manis, tetapi Maya tahu bahwa janji tanpa bukti nyata hanya akan membuang-buang waktunya.
Suatu hari, sahabat Maya berkata, "Kamu ini perempuan terlalu keras, tidak takut tua sendiri?" Maya hanya tersenyum dan menjawab, "Lebih baik tua sendiri daripada tua dalam luka karena salah memilih."
Waktu terus berjalan, dan Maya akhirnya membuka usaha kecil berupa kopi lokal dari kampungnya. Usahanya berkembang pesat, dan ia pun memberdayakan ibu-ibu Papua untuk ikut memetik, mengolah, dan menjual hasil alam. Maya menjadi bukti hidup bahwa perempuan tidak harus menunggu laki-laki untuk bisa hidup layak.
Maya tidak membenci cinta, tapi ia tahu bahwa cinta sejati bukan tentang siapa yang datang lebih cepat, melainkan siapa yang datang dengan niat untuk membangun, bukan menjatuhkan. Suatu pagi, Maya berdiri di depan cermin dan tersenyum, berkata, "Saya perempuan. Saya kuat. Saya mandiri. Dan saya bahagia, bahkan tanpa cinta laki-laki..."
Pesan Moral:
Jadilah perempuan yang utuh bahkan saat sendiri. Mandiri bukan berarti membenci laki-laki, tetapi tahu siapa bahwa nilai diri kita tidak bergantung pada siapa yang mencintai kita, melainkan pada bagaimana kita mencintai dan menghargai diri sendiri.
- Pena Mbinom