![]() |
Infografis Kunjungan Sekertaris Jenderal PBB Antonio Guterres Ke Pulau New Guinea |
PAPUA - Kunjungan Sekretaris Jenderal PBB António Guterres ke bagian timur Pulau New Guinea, Papua Nugini, minggu ini dipuji sebagai peristiwa bersejarah bagi negara tersebut. Namun, bagi banyak orang di Pasifik dan di seluruh dunia, kehadirannya di pulau New Guinea juga membangkitkan pertanyaan yang belum terjawab: Papua Barat.
Papua Barat, bagian barat pulau ini, menjadi bagian dari Indonesia setelah "Penentuan Pendapat Bebas" tahun 1969 yang kontroversial. Referendum tersebut, yang dilakukan di bawah pengawasan PBB, tetap широко dikritik. Alih-alih pemungutan suara yang bebas dan adil, lebih dari 1.000 perwakilan pilihan ditekan untuk menyatakan integrasi dengan Indonesia, yang secara efektif membungkam suara ratusan ribu orang Papua. Majelis Umum PBB mendukung proses tersebut, tetapi kontroversi tidak pernah pudar.
Saat ini, negara-negara Pasifik seperti Vanuatu dan Kepulauan Solomon terus mendesak PBB untuk meninjau kembali penderitaan Papua Barat, dengan alasan pelanggaran hak asasi manusia dan seruan untuk penentuan nasib sendiri. Namun, Sekretaris Jenderal tetap bungkam. Kebisuannya menggarisbawahi dilema PBB sendiri: terikat oleh keputusan masa lalu, dibatasi oleh politik negara anggota, dan terjebak di antara keadilan dan diplomasi.
Saat Pasifik menandai 50 tahun gerakan kemerdekaan dan solidaritas regional, Papua Barat tetap menjadi bab yang belum selesai. Bagi orang Papua, pertanyaan dari tahun 1969 masih tetap ada: kapan suara mereka benar-benar akan didengar?