![]() |
Kisah Anak Pedalaman menjadi Kenyataan |
Melina tinggal bersama ibu dan adik perempuannya di sebuah rumah panggung yang sederhana. Ayahnya sudah tiada sejak Melina masih kecil. Setiap hari, dengan semangat pantang menyerah, ia berjalan kaki melalui kabut pagi dan jalan berlumpur untuk pergi ke sekolah. Tangannya selalu menggenggam erat buku tulisnya, yang baginya lebih berharga dari emas.
Daerah Kurima, layanan kesehatan sangat terbatas. Ketika warga jatuh sakit parah, mereka harus ditandu berjam-jam menuju ke kota terdekat. Banyak di antara mereka yang tak sempat tertolong. Melina pernah menangis sendirian saat melihat tetangganya meninggal dunia karena tidak ada bantuan medis yang tersedia.
Sejak saat itu, di bawah cahaya bintang-bintang, Melina berbisik pada angin malam: "Someday, I will become a doctor. I will return to Kurima and help everyone in need."
Setiap malam, Melina belajar di bawah cahaya pelita. Bahkan ketika sumbu lampu minyak habis, ia tetap gigih membaca dengan cahaya redup dari tungku.
Ia meresapi setiap cerita yang diceritakan guru-gurunya tentang dunia luar, rumah sakit, dan ilmu kedokteran. Dan setiap kali ditanya tentang cita-citanya, Melina dengan mantap menjawab:
"Saya ingin menjadi dokter! Agar ibu dan seluruh warga Kurima tidak perlu lagi merasa takut akan penyakit." Waktu terus berlalu. Melalui segala ujian dan cobaan, Melina melangkah dengan tekad yang bulat.
Meski terkadang harus membantu ibunya di kebun sebelum berangkat sekolah, Melina tak pernah mengeluh. Baginya, setiap langkah kecil adalah bagian dari perjalanan menuju impian besar yang dipeluknya erat.
Saat memasuki usia remaja, Melina dianugerahi beasiswa oleh sebuah yayasan pendidikan karena semangat dan prestasinya yang gemilang. Ia pun berangkat ke kota Wamena untuk melanjutkan pendidikan. Dalam kepergian itu, air mata ibu dicucurkan, sementara pelukan hangatnya memberi kekuatan.
"Jangan lupa pulang, Nak," kata ibunya. "Saya pasti akan pulang, Mama. Dan saat itu, saya akan pulang sebagai seorang dokter," jawab Melina sambil tersenyum penuh keyakinan.
Di kota, tantangan semakin berat. Melina harus beradaptasi dengan pelajaran yang lebih kompleks, lingkungan yang berbeda, dan rasa rindu yang menghampiri. Namun, tiada satu pun rintangan yang mampu meruntuhkan semangatnya. Melina selalu teringat akan anak-anak di Kurima yang tak kenal apa itu suntikan atau kunjungan ke dokter.
Tahun demi tahun berganti. Akhirnya, Melina diterima di fakultas kedokteran. Ia menjadi sosok pertama dari Kurima yang mencapai prestasi gemilang tersebut. Dan di setiap ujian praktik, wajah-wajah warga kampungnya selalu menghiasi pikirannya.
Ketika Melina resmi menjadi seorang dokter muda, ia memilih untuk kembali ke Kurima. Di sana, ia mendirikan sebuah klinik kecil bersama para relawan, menyediakan layanan pengobatan secara gratis kepada masyarakat setempat.
Kini, setiap pagi, suara riang anak-anak Kurima menyambut kedatangan Dokter Melina dengan penuh kegembiraan dan harapan. Dan di bawah cahaya gemerlap bintang-bintang, terdengar pesan yang menggema: "Impian yang besar, jika diperjuangkan dengan sepenuh hati, akan menjadi cahaya bagi banyak orang."
Pesan Moral:
Meskipun berasal dari kampung kecil, dengan semangat dan tekad yang tulus, kita dapat menjadi pionir perubahan. Seperti kisah Melina Lagowan, gadis bersemangat dari Kurima.
Oleh Moritanichrist T